Minggu, 27 Juni 2010

Arsitektur kristen awal


Awal Arsitektur Kristen

GEREJA diperkirakan berasal dari bahasa Spanyol yaitu igreya. Sebutan gereja di Indonesia sudah demikian akrab dan menjadi identitas untuk bangunan suci bagi umat kristiani. Bangunan gereja dalam imajinasi penulis adalah bangunan yang sangat konsisten dan cermat dalam mentransformasikan simbol salib ke dalam bentuk horisontal (denah) maupun vertikal (tampak). Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia, bangunan gereja bukan hanya sebuah perlambang, namun merupakan karya arsitektur sekaligus seni yang mewakili peradabannya.

Awal arsitektur Kristen dimulai pada sekitar 313 - 800 Masehi dan berkembang serta menonjol di dataran Itali, kemudian merambah sampai ke wilayah Balkan dan Yunani. Kesulitan utama ketika itu adalah memperoleh bangunan tempat ibadah, dikarenakan belum adanya catatan tentang persyaratan maupun peraturan tentang bangunan gereja. Dari berbagai pertimbangan kriteria yang paling menentukan rupanya adalah bangunan yang dapat menampung banyak orang.

Gedung Basilica merupakan bangunan peninggalan arsitektur Romawi yang ketika itu berfungsi sebagai bangunan pengadilan, dipilih dan diputuskan sebagai bangunan gereja.

Bentuk dasar denah Basilica adalah segaris (linier) yang berbasis pada tiga ruang yaitu tengah (utama) dan dua ruang samping yang mengapitnya. Pola ruang ini dengan jelas menampilkan interaksi antara umat dengan imamnya -- sama dengan yang terjadi pada ruang pengadilan ataupun ruang kelas.

Gedung Basilica yang diadopsi untuk kepentingan peribadahan ketika itu merupakan peralihan fungsi pengadilan masa Romawi, sehingga para pakar menyebutkan bahwa masa awal arsitektur Kristen adalah perakitan arsitektur Romawi. Nilai-nilai kesombongan yang ditampilkan melalui skala bangunan di luar skala manusia untuk berbagai fungsi bangunan ketika masa Romawi sangat tepat bagi peruntukan gereja yang mengedepankan skala Tuhan yang agung, sakral, suci, magis, dan religius. Untuk menambah kesan tersebut, oleh para arsitek masa itu interior bangunannya dilengkapi dengan dekorasi berupa hiasan ornamen atau gambar tentang ceria tokoh/pemuka agamanya. Beberapa bangunan gereja yang sangat terkenal ketika masa awal Arsitektur Kristen adalah S. Clemente, S. Appolinare, dan S. Petrus.

Pengaruh-pengaruh
Perjalanan selanjutnya dari bangunan gereja setelah masa arsitektur Kristen awal diwarnai pengaruh arsitektur Byzantium. Pengaruh yang mengedepan adalah adanya warna Asia berupa bentuk-bentuk lengkung, busur, kubah, maupun dinding-dinding masif. Ciri dari pengaruh Byzantium pada bangunan gereja adalah penggunaan dekorasi berupa fresco (teknik lukis cat air pada dinding basah), mozaik, ataupun marmer pada ruang dalamnya. Ciri lainnya yang menjadi identitas dan pengenal utama, digunakannya atap kubah dengan konstruksi pendentive.

Beberapa contoh yang sangat terkenal di dunia untuk karya Byzantium adalah Gereja S. Sophia di Konstantinopel, Gereja S. Vitale di Ravena, dan Gereja S. Minerva Medica di Roma. Ketiga gereja ini menggunakan bentuk dasar denah Salib Yunani (lengan atau transept-nya sama panjang) dengan berbagai variasi setelah melampaui era arsitektur Byzantium bangunan gereja mengalir perkembangannya ke era arsitektur Romanika yang berlangsung sekitar abad IX-XII. Ketika masa ini berlangsung, arsitektur Byzantium masih memiliki peran yang sangat kuat. Terlebih lagi ketika itu daerah-daerah yang dikuasai Roma melepaskan diri. Akibatnya, tradisi masing-masing daerah bangkit kembali mewarnai corak dan ragam arsitekturnya. Menguatnya tradisi setempat ditimpali dengan dibukanya jalur perdagangan laut dan darat ketika itu di Venesia, Ravenna, dan Marseilles. Ini berakibat makin maraknya lintas budaya dengan berbagai pengaruhnya yang akhirnya bermuara pada perkembangan arsitekturnya.

Bentuk dasar denah dengan patrun Salib Romawi merupakan identitas yang lahir dan berkembang pada era Romanika. Citra lainnya yang menjadi identitas dari masa keemasan arsitektur Romanika adalah adanya menara lonceng pada bagian depan maupun pada ujung bangunan, dekorasi hanya pada bagian tampak depan saja, dan mulai diperkenalkannya penggunaan kolom majemuk. Arsitektur Romanika berkembang dengan pesat di wilayah Itali, Perancis, dan Jerman. Karya yang menonjol dan terkenal sampai dengan saat ini adalah S. Peter Roma di Itali.


Seni dan Arsitektur

Dengan semakin dekatnya unsur negara dan gereja, maka gedung pengadilan pemerintah Roma yaitu gedung Basilika digunakan tidak hanya memperkarakan pengadilan sipil saja tetapi juga pengadilan agama, akhirnya kekuasaan politik para kaisar pudar dan gereja berkembang. Selanjutnya Gedung Basilika mejadi dasar perkembangan bentuk gereja di Roma. Seni yang lain juga dikembangkan dengan gereja sebagai pusat perkembangan seni dan budaya serta keagamaan di tiap-tiap kota di Eropa. Kota-kota di Eropa berlomba membangun kompleks gereja atau Katedral.

Karakter Arsitektur
Bentuk dasar Arsitektur gereja Kristen Lama mengacu dari bentuk arsitektur Romawi, dimana arsitektur Kristen Lama mengalami evaluasi dalam beberapa tahap. Pengaruh lain secara umum adalah pemakaian altar, yang digunakan sebagai tempat untuk persembahan pada para dewa Romawi, pada masa Kristen lama juga dipakai untuk persembahan suci.

Pemakaian model catacombe, yaitu makam umat Kristen yang terletak pada ceruk-ceruk bukit, merupakan lorong-lorong panjang dan gelap (tempat ini digunakan untuk tempat peribadahan). Pada waktu agama Kristen masih dilarang model ini digunakan bila membangun katedral, maka nama katedral tersebut memakai nama orang yang disucikan dan dimakamkan di situ, sedangkan diatas makam tersebut dibangun altar.

Denah :
Bentuk denah Basilika yang dikembangkan dengan menghilangkan salah satu tribun yang berbentuk setengah lingkaran, sehingga tribun yang tinggal dijadikan sebagai suatu pengakhiran yaitu Apse (apsis). Jalan masuk dari tengah/sisi memanjang dipindah ke Barat, sehingga umat yang datang langsung menghadap altar. Sedangkan Nave atau ruang induk (ruang peribadahan) dipisahkan oleh sederetan tiang-tiang yang menopang entablature (balok dengan hiasan berbentuk segitiga diatasnya), atau kalau bentangan lebar, maka deretan kolom memakai bentuk setengah lingkaran diatasnya.

Kemegahan dicapai melalui kesan perspektif memanjang ke arah Sanctuan (tempat altar) dan diakhiri oleh Apse di mana tempat Imam berada. Hal yang demikian ini dikomposisikan dengan perbandingan tinggi/rendahnya langit-langit sehingga proporsinya kelihatan lebih panjang dari yang sebenarnya.

Gereja basilica diberi kiblat sehingga pusat perhatian yaitu ½ lingkaran di dalam Apse (apsis) berada di sisi timur ke arah Yerusalem. Pada perkembangan gereja selanjutnya yaitu perluasan dikedua sisi (navis), sehingga denahnya berbentuk salib yang selanjutnya mengawali bentuk poko yang bertahan sampai sekarang.

Meskipun dari luar tampak sederhana namun gereja-gereja yang dibangun masa Kaisar Constantinus (sebelum memindahkan ibukota) memperindah keindahan interiornya. Agama Kristen Lama mengikuti adat Ibrani, yang melarang pemujaan patung maka gerejanya tidak dihiasi patung sebesar manusia yang sebelumnya banyak menghiasi basilica-basilika romawi.


Atap :
Atap ditutup dengan konstruksi kayu yang sederhana, dimana hal ini merupakan tipikal dari arsitektur Kristen Lama. Bentuk keseluruhan secara skyline adalah horizontal dan sederhana.


Dinding :
Pemakaian metode konstruksi dari Romawi, yaitu beton/batu yang diplester dan diberi hiasan ornamen Mosaic yaitu pecahan batuan berwarna-warni memberikan efek estetis dan plastis, sehingga berkesan cerah, merah dan biasanya hiasan tersut menceritakan tentang Nabi Isa As.



Bangunan-Bangunan pada Masa Kristen Lama