Selasa, 30 November 2010

Hukum Perburuhan


Hukum perburuhan.
Prof.Dr. Aloysius uwiyono, SH.,MH

Perkembangan perburuhan ditandai oleh lahirnya 4 undang-undang yaitu;
  1. undang-undang nomer 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh.
  2. undang-undang nomer 12 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
  3. undang-undang nomer 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihanhubungan industrial
  4. undang-undang nomer 39 tahun 2004 tentang perlindungan dan pembinaan tenaga kerja indonesia di luar negri. undang-undang nomer 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh telah mengurubah keserikatburuhan di Indonesia. Dengan diundangkannya UU ini maka keserikatburuhan di Indonesia berubah dari single union sistem menjadi multi union sistem. Hal ini disebabkan UU nomer 21/2000, sekurang kurangnya buruh dapat membentuk serikat buruh di suatu perusahaan. Meskipun sedikit yang menyimpang dari konvensi inti ILO No.87 namun UU No.21/2000 ini mendorong berjalanya demokratisasi di tempat melalui serikat pekerja /serikat buruh, buruh diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam menentukan syarat-syarat kerja dan kondisi kerjanya. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan hukum perburuhan yang mengatur keserikatburuhan mempunyai nilai positif
Berikut adalah kewajiban perusahaan:

a) Membayar Upah
b) Mengatur dan memelihara ruangan-ruangan, piranti-piranti, atau perkakas-perkakas dalam perusahaan
c) Memberikan jaminan kecelakaan atau jaminan perawatan karena sakit.
d) Wajib melakukan atau pun tidak berbuat segala apa yang dalam keadaan yang sama sepatutnya harus dilakukan atau tidak diperbuat oleh seorang majikan yang baik.
e) Wajib memberikan surat pernyataan pada waktu berakhirnya hubungan kerja atas permintaan dari si buruh.

Dan sebaliknya buruh juga memiliki kewajiban yakni:

a) Melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuan yang sebaik-baiknya.
b) Melakukan pekerjaannya sendiri kecuali dengan ijin majikan dapat diganti dengan pihak ketiga.
c) Mentaati peraturan kerja dan tata tertib perusahaan
d) Buruh yang tinggal dengan majikan wajib mengikuti tatib majikan dalam rumah
e) Buruh wajib melakukan, maupun tidak berbuat segala apa yang dalam keadaan yang sama, patut dilakukan tau tidak diperbuat oleh seorang buruh yang baik.

Dibidang Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja ( JAMSOSTEK ) pemerintah mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1992.
Adapun ruang lingkup Jamsostek dalam UU ini yaitu:
1. Jaminan kecelakaan.
2. Jaminan Kematian
3. Jaminan Hari tua
4. Jaminan Pemeliharaan kesehatan

Hak buruh :
  • Siang = 06.00 – 18.00 malam = 18.00-06.00
  • 1 minggu = 6 hari kerja, untuk kerja tambahan (lembur) pekerja berhak meminta upah tambahan.
  • Buruh pekerja tidak boleh lebih dari 7 jam dalam 1 hari
  • Buruh pekerja tidak boleh lebih dari 40 jam seminggu
  • Setelah bekerja 4 jam terus menerus, harus ada istirahat dan jam istirahat tidak dianggap jam kerja. Dalam tiap minggu sedikitnya ada 1 hari istirahat
  • Waktu kerja lembur tidak diperbolehkan lebih dari 54 jam. Apabila pekerjaan tersebut membahayakan badan maka tidak diperbolehkan.
Hak perusahaan;
  • Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
  • Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi
  • Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja
  • Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha.
  • Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.

Sanksi Hukum Dalam Kontrak


Sanksi Bagi Pelanggar Hukum Kontrak


Jika dalam perjanjian terdapat pelanggaran terhadap kontrak yaitu tidak dipenuhinya isi kontrak atau tidak sesuai dengan perjanjian, maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh seperti yang diatur dalam isi kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).

Secara prinsip isinya sebagai berikut, barang siapa yang merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi (saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah bangunan diserahterimakan), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 % (lima persen) untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak untuk perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan Sanksi pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan karena ada pilihan lain yaitu denda.

Namun apabila pada waktu pengerjaan pelaksanaan konstruksi terdapat perubahan perubahan terhadap luasan, posisi dan bentuk serta penambahan material bangunan, diluar dari perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah Pihak, maka Pihak Kedua wajib membayar setiap perubahan pembongkaran dan pemasangan kembali yakni sebesar Rp. 100.000/M2. ( seratus ribu rupiah permeter persegi).

Masa pemeliharaan berlaku selama 3 bulan, setelah selesai pekerjaan/serah terima hasil pekerjaan yang diikuti dengan penandatanganan berita acara penyerahan bangunan.

Apabila dalam masa pemeliharaan tersebut terdapat kerusakan yang disebabkan bukan dari pekerjaan Pihak Pertama, maka Pihak Kedua tidak berhak menuntut Pihak Pertama untuk mengerjakannya.

Namun, Pihak Pertama dapat memperbaiki kerusakan tersebut sesuai dengan formulir perubahan dengan biaya yang ditanggung oleh Pihak Kedua sebesar Rp. 100.000/M2 ( termasuk biaya upah tukang & material ).



hukum perikatan dalam jasa konstruksi

Hukum perikatan dalam jasa konstruksi & contoh kontrak kerja bidang konstruksi

Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak

dalam harta kekayaan, perjanjian, atau suatu keadaan tertentu dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
Apakah maksudnya? Maksudnya ialah terhadap hubungan yang terjadi dalam lalu lintas
masyarakat, hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan meletakkan “kewajiban” pada
pihak lainnya.

Apabila satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar hubungan tadi, lalu hukum
memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi atau dipulihkan. Untuk menilai suatu
hubungan hukum perikatan atau bukan, maka hukum mempunyai ukuran- ukuran
(kriteria) tertentu.

Hak perseorangan adalah hak untuk menuntut prestasi dari orang tertentu, sedangkan hak kebendaan adalah hak yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Intisari dari perbedaan ini ialah hak perseorangan adalah suatu hak terhadap seseorang, hak
kebendaan adalah hak suatu benda. Dulu orang berpendapat bahwa hak perseorangan
bertentangan dengan hak kebendaan. Akan tetapi didalam perkembangannya, hak itu
tidak lagi berlawanan, kadang- kadang bergandengan, misalnya jual- beli tidak
memutuskan sewa (pasal 1576 KUH Perdata).

Sumber Hukum Perikatan
Sumber hukum perikatan adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian ;
2. Undang- undang, yang dapat dibedakan dalam
Undang- undang semata- mata;
Undang- undang karena perbuatan manusia yang
Halal ;
Melawan hukum;
3. Jurisprudensi;
4. Hukum tertulis dan tidak tertulis;
5. Ilmu pengetahuan hukum.

supaya terjadi perjanjian yang sah,maka diperlukan 4 syarat;
* adanya suatu kesepakataan antara kedua belah pihak.
* persetujuaan untuk membuat suatu kesepakataan.
* fokus pada pokok persoalan tertentu.
* Suatu sebab yang tidak terlarang.

Agar pihak pemberi tugas dan pelaksana tugas tidak ada yang merasa dirugikan dan puas akan pekerjaan tsb maka perlu dibuat suatu kontrak kerja sehingga masing-masing pihak dapat menyadari,memahami dan melaksanakan kewajibannya serta mengetahui apa-apa saja yang menjadi haknya dan apabila salah satu pihak merasa dirugikan karena terdapat hal - hal yang tidak dilaksanakan pihak lainnya,yang sudah tercantum dalam kontrak kerja, maka pihak tersebut dapat memberikan sanksi kepada pihak lainnya yang telah disepakati bersama, dapat pula menuntutnya ke pengadilan.

Di awal kontrak dijelaskan mengenai data dari kedua belah pihak seperti nama,alamat,nomor telepon dan jabatan dan ditetapkan siapa yang akan menjadi pihak pertama dan siapa yang akan menjadi pihak kedua karena dalam isi kontrak kerja hanya akan disebutkan "phak pertama" dan "pihak kedua" tanpa menyebutkan nama dari si pemborong maupun si owner. selain itu dicantumkan juga bahwa kedua belah pihak telah menyetujui untuk mengadakan suatu ikatan kontrak.Pemborong atau kontraktor adalah pihak yang melaksanakan suatu proses pembangunan sedangkan owner adalah pemberi tugas atau pemilik proyek.

kontrak kerja konstruksi

Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus ada dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai, para pihak, rumusan pekerjaan, masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, tenaga ahli, hak dan kewajiban para pihak, tata cara pembayaran, cidera janji, penyelesaian perselisihan, pemutusan kontrak kerja konstruksi, keadaan memaksa (force majeure), kegagalan bangunan, perlindungan pekerja, dan aspek lingkungan. Sehubungan dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.

Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah berupa, peringatan tertulis, penghentian sementara pekerjaan konstruksi, pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi, larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna jasa), pembekuan izin usaha dan/atau profesi, dan pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Selain sanksi administratif tersebut, penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak sebesar 10% dari nilai kontrak atau pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

CONTOH KONTRAK KERJA


KONTRAK

PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN RUMAH TOKO (RUKO)

antara

CV. HARIANZ

Dengan

PT.Az-ZAHRA

_____________________________________________________

Nomor : 18/05/2010

Tanggal : 23 januari 2008


Pada hari ini Senin, tanggal 23 januari 2008 kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Alifiansyah fikri

Alamat : Jalan Bintara Raya, Bekasi

Telepon : 085xxxxxxx

Jabatan : Manager

Dalam hal ini bertindak atas nama CV. HARIANZ dan selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama.

dengan

Nama : Khaylila Azzahra

Alamat : Jl. Melati indah, Jakarta

Telepon : 0858xxxxx

Jabatan : Manager

Dalam hal ini bertindak atas nama Pemilik atau Kuasa Pemilik dan selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.

Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatan Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Rumah Toko (RUKO) yang dimiliki oleh Pihak Kedua yang terletak di Jati Benimg, Jakarta.

Pihak Pertama bersedia untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan, yang pembiayaannya ditanggung oleh Pihak Kedua, dengan ketentuan yang disebutkan dalam pasal pasal sebagai berikut :

(Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.)

Senin, 01 November 2010

UNDANG-UNDANG NO.4/ 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

UNDANG-UNDANG NO.4/ 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

Undang-undang ini berisi tentang setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif, melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Rumah dapat dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa dialih tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga;

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan;

3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;

4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;

5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya;

6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya;

7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;

8. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah
dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala
besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu
dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan
sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan
pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
9. Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan
bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah
dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain
itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan
untuk membangun kaveling tanah matang;

10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan
sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;

11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali
penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat
pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan
siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan
rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II,
khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

uu no.26 tahun 2007 tentang penataan ruang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2007

TENTANG

PENATAAN RUANG

BAB I : Mencangkup tentang ketentuan-ketentuan umum (pasal 1)

BAB II : Mencangkup pada asas dan tujuan (Pasal 2 dan pasal 3)

BAB III : Mencangkup klasifikasi penataan ruang (pasal 4, pasal 5, pasal 6)

BAB IV : Mencangkup tugas dan wewenang

Bagian Kesatu , Tugas , terdiri dari Pasal 7

Bagian Kedua, Wewenang Pemerintah, terdiri dari Pasal 8

Bagian Ketiga, Wewenang Pemerintah Daerah Provinsi, terdiri dari Pasal 10

Bagian Keempat, Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, terdiri dari Pasal 11

BAB V : Mencangkup pengaturan dan pembinaan penataan (pasal 12 dan pasal 13)

BAB VI : Mencangkup pelaksanaan penataan ruang

Bagian Kesatu, Perencanaan Tata Ruang,

Paragraf 1, Umum (Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18)

Paragraf 2, Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional (Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21)

Paragraf 3, Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi (Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24)

Paragraf 4, Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten (Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27)

Paragraf 5, Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota (Pasal 28,Pasal 29, Pasal 30 , dan Pasal 31)

Bagian Kelima, Penataan Ruang Kawasan Perdesaan

Paragraf 1, Umum (Pasal 48)

Paragraf`2, Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perdesaan (Pasal 49 Pasal 50, dan Pasal 51)

Paragraf 3, Pemanfaatan Ruang Kawasan Perdesaan (Pasal 52)

Paragraf 4, Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perdesaan (Pasal 53)

Paragraf 5, Kerja Sama Penataan Ruang Kawasan Perdesaan (Pasal 54)

BAB VII : Mencangkup pengawasan penataan ruang (Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59)

BAB VIII : Mencangkup hak, kewajiban, dan peran (Pasal 60 ,Pasal 61 ,Pasal 62 ,Pasal 63 ,Pasal 64 ,Pasal 65, danPasal 66)

BAB IX : Mencangkup penyelesaian sengketa (Pasal 67)

BAB X : Mencangkup penyidikan (Pasal 68)

BAB XI : Mencangkup ketentuan pidana (Pasal 69, Pasal 70 ,Pasal 71 ,Pasal 72 ,Pasal 73,Pasal 74, dan Pasal 75)

BAB XII : Mencangkup ketentuan peralihan (Pasal 76 dan Pasal 77)

BAB XIII : Mencangkup ketentuan penutup (Pasal 78, Pasal 79 , dan Pasal 80 )



Pada Pasal 79

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

dan pada Pasal 80

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

CINTOH PENGAPLIKASIANNYA YAITU:

UU No.26/Tahun 2007 tentang tata ruang mengamanatkan bahwa setiap kota harus memiliki luas lahan Ruang Terbuka Hijau minimal 30% terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Penataan Ruang Terbuka Hijau (PRTH) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah


http://eprints.undip.ac.id/15531/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_ruang

kumpulan peraturan2 yang terkait dengan pembangunan, perumahan dan pemukiman, perkotaan,konstruksi dan tata ruang

kumpulan peraturan2 yang terkait dengan pembangunan, perumahan dan pemukiman, perkotaan,konstruksi dan tata ruang

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun Pembangunan rumah susun untuk BUMN atau Swasta yang bergerak pada usaha itu atau swadaya masyarakat pada dasarnya diperbolehkan, asal sesuai dengan ketentuan. Undang-undang ini mewajibkan adanya Perhimpunan Penghuni, anggotanya adalah seluruh penghuni. Rumah susun dengan hak kepengolaan, harus diurus dulu hak tersebut menjadi hak guna bangunan "sebelum" dijual persatua unit. Mengapa "sebelum" karena hak tersebut hanya boleh dimiliki oleh BUMN. Jadi kalau dijual harus diganti dahulu. Hak-hak tidak bisa dijual jadi diganti.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Pasal-pasal dalam undang-undang ini menjamin hak-hak atas tanah, mengandung sifat-sifat dapat dipertahankan terhadap gangguan dari siapapun. Sifat-sifat yang demikian itu merupakan jaminan aspek tanah atas keamanan bangunan yang dibangun atasnya. Macam-macam hak atas tanah untuk bangunan bergantung pada subjek hak dan jenis penggunaan tanahnya, jadi bukan karena memperhatikan luas tanahnya. Orang perorangan dapat memiliki hak milik atas tanah dan bangunan sepanjang batasan luas yang wajar untuk bangunan atau sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan pemerintah setempat.


Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif, melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Rumah dapat dijadikan jaminan hutang. Rumah juga bisa dialih tangankan, diperjualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Undang-Undang Perburuhan (Bidang Hubungan Kerja):
· Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
· Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-undang ini mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asa kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002
Peraturan Pemerintah ini merupakan aturan pelaksanaan dari UU No.28 Tahun 2002. Yang mana mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
Peraturan Menteri ini adalah pedoman dan standar teknis yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005. Pedoman teknis ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung dalam rangka proses perizinan pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan, serta pemeriksaan kelayakan fungsi bangunan gedung

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-undang ini memuat hukum tata ruang yang berisi sekumpulan asas, pranata, kaidah hukum, yang mengatur hal ikhwal yang berkenaan dengan hak, kewajiban, tugas, wewenang pemerintah serta hak dan kewajiban masyarakat dalam upaya mewujudkan tata ruang yang terencana dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan bangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada, berdasarkan kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Strategi untuk melaksanakan kebijakan dirumuskan terutama untuk dapat mencapai substansi masing-masing kebijakan tersebut.
Berikut rumusan kebijakan dan strategi nasional yang menjadi dasar dalam program-program penyelenggaraan perumahan dan permukiman:

A. Kebijakan dan Strategi 1
Kebijakan (1) : Melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama
Strategi (1) : Pengembangan peraturan perundangan dan pemantapan kelembagaan di bidang perumahan dan permukiman serta fasilitasi pelaksanaan penataan ruang kawasan permukiman yang transparan dan partisipatif, melalui strategi operasional sebagai berikut:

1. Penyusunan, pengembangan, dan sosialisasi berbagai produk peraturan perundangan dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang meliputi:
- Undang-undang dan peraturan pemerintah
- Pedoman, standar, dan petunjuk teknis di bidang perumahan dan permukiman, serta bangunan gedung dan lingkungan.
2. Pemantapan kelembagaan perumahan dan permukiman yang handal dan responsif di lingkungan kelembagaan, meliputi:
- Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota)
- Badan Usaha (BUMN, BUMD, Swasta)
- Masyarakat (orang dan kelompok atau perkumpulan)
3. Pengawasan konstruksi dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungan, meliputi:
- Validasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan, pedoman, standar, petunjuk teknis penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk bimbingan teknis proses pengaturan bangunan gedung dan lingkungan di tingkat daerah
- Penguatan kelembagaan pengawasan dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungan khususnya di tingkat daerah.
back Top

B. Kebijakan dan Strategi 2
Kebijakan (2) : Mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan (papan) bagi seluruh lapisan masyarakat, sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia
Strategi (2) : Pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan menitikberatkan kepada masyarakat miskin dan berpendapatan rendah melalui strategi operasional berikut:

1. Pengembangan sistem pembiayaan dan pemberdayaan pasar perumahan (pasar primer dan sekunder) yang meliputi:
- Peningkatan kualitas pasar primer melalui penyederhanaan perijinan pembangunan rumah, sertifikasi hak atas tanah, standarisasi penilaian kredit, dll
- Pelembagaan pasar sekunder melalui pelembagaan SMF (secondary mortgage facilities), biro kredit, asuransi, dll.
2. Pengembangan pembangunan perumahan yang bertumpu kepada keswadayaan masyarakat, yang meliputi:
- Pelembagaan pembangunan perumahan yang bertumpu pada kelompok masyarakat (P2BPK)
- Pengembangan dan pendayagunaan potensi keswadayaan masyarakat
- Pemberdayaan para pelaku kunci perumahan swadaya
- Pengembangan akses pembiayaan perumahan swadaya
3. Pengembangan berbagai jenis dan mekanisme subsidi perumahan, yang meliputi:
- Pengembangan pengaturan subsidi perumahan,
- Pengembangan subsidi pembiayaan perumahan,
- Pengembangan subsidi prasarana dan sarana perumahan.
4. Pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin, meliputi upaya:
- Pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan usaha dan hidup produktif
- Penyediaan kemudahan akses kepada sumber daya
- Penyediaan prasarana dan sarana usaha bagi keluarga miskin
- Pelatihan yang berkaitan dengan teknologi tepat guna dan pengembangan kewirausahaan, serta keterampilan pendukung lainnya
5. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman akibat dampak bencana alam dan kerusuhan sosial, yang meliputi:
- Penanganan tanggap darurat,
- Rekonstruksi dan rehabilitasi bangunan, prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman,
- Pemukiman kembali pengungsi
6. Pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara, meliputi:
- Pembinaan teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara
- Pengelolaan aset bangunan gedung dan rumah negara
back Top

C. Kebijakan dan Strategi 3
Kebijakan (3) : Mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan guna mendukung pengembangan jatidiri, kemandirian, dan produktivitas masyarakat
Strategi (3) : Perwujudan kondisi lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan, melalui strategi operasional sebagai berikut:

1. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dengan prioritas kawasan permukiman kumuh di perkotaan dan di daerah pesisir/nelayan, meliputi:
- Penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman kumuh
- Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman
- Pengembangan rumah sewa, termasuk rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di perkotaan
2. Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, meliputi upaya:
- Pengembangan Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba)
- Pengembangan Lingkungan Siap Bangun yang berdiri sendiri
3. Penerapan tata lingkungan permukiman, yang meliputi:
- Pelembagaan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D)
- Pelestarian bangunan yang dilindungi dan lingkungan permukiman tradisional
- Revitalisasi lingkungan permukiman strategis
- Pengembangan penataan lingkungan permukiman dan pemantapan standar pelayanan minimal lingkungan permukiman.
back Top
http://budisud.blogspot.com/2008/04/pranata-pembangunan-bidang-arsitektur.html


hukum pranata pembangunan

Hukum adalah sistem terpenting dalam pelaksanaan kekuasaan dalam suatu kelembagaan.

Hukum terdiri dari :
1. hukum sipil/hukum privat
terdiri dari hukum perdata dan hukum dagang
2. hukum publik/hukum negara
terdiri dari hukum tata negara dan hukum adminsitrasi negara

Pranata adalah norma atau aturan khusus mengenai suatu aktifitas tertentu dalam masyarakat. Pranata dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis,sanksinya adalah sanksi moral/sosial. Pranata bersifat mengikat danrelatif lama serta memiliki ciri-ciri tertentu yaitu :simbol,nilai,aturan main,tujuan ,kelengkapan dan umur

  • Penjabaran
Pranata ialah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan.
Pengertian individu dalam satu kelompok dan pengertian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda menurut F. Durkheim, yaitu, dasar organisasi individu dalam kelompok adalah adat-istiadat, sedangkan dasar organisasi individu dalam perkumpulan adalah organisasi buatan. Hubungan yang terjadi dalam satu kelompok didasarkan perorangan, sedangkan dalam kumpulan kelompok adalah berazasguna sangat tergantung dengan tujuan akhir yang sering dinyatakan dalam kontrak. Kontrak adalah sebagai parameter hubungan yang terjadi dalam proses kegiatan pembangunan. Hubungan antara pemilik dengan perancang, hubungan antara pemilik dengan pelaksana. Kontrak menunjukan hubungan yang bersifat independent dan terarah atas tanggungjawab dari tugas dan fungsinya.

Pembangunan ialah suatu proses perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup, yang juga sebagai pradigma perkembangan yang terjadi dengan berjalannya perubahan peradaban hidup manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan, perubahan strukutr, ketergantungan, pendekatan sistem, dan penguasaan teknologi.

kita simpulkan bahwa, pranata pembangunan dalam bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.

Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang berbeda juga sesuai dengan kasus masing-masing.

Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara teknik dan tahapan metoda untuk berproduksi dalam penciptaan ruang. Misalnya secara hirarki dapat disebutkan ‘ruang tidur’ yaitu sebagai ruang untuk istirahat, sampai dengan ‘ruang kota’ sebagai ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam pembangunan menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga mengalami banyak masalah. Salah satu masalahnya adalah persoalan mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi lainnya. Masalah kepranataan ini menjadi penting karena beberapa hal akan menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi berlebihan.

Dalam penciptaan ruang bangunan dalam dunia profesi arsitek ada beberapa aktor yang terlibat dan berinteraksi, yaitu pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya. Keterkaitan antar aktor dalam proses kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang surut persoalan, baik yang disebabkan oleh internal didalamnya atau eksternal dari luar dari ketiga fungsi tersebut. Gejala pasang surut dan aspek penyebabnya tersebut mengakibatkan rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang akibatnya merugikan dan/atau menurunkan kualitas hasil.

pranata pembangunan sebagai suatu sistem disebut juga sebagai sekumpulan aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan.

Lebih jauh bahwa sistem adalah gejala/fenomena yang telah diketahui strukturnya. Struktur disini mengandung arti unsur-unsur yang terlibat dan hubungan keterkaitan yang terjadi antar unsur tersebut.

Sedikit pihak yang terlibat maka sistem tersebut semakin sederhana, sedangkan bila pihak yang terlibat semakin banyak maka disebut sistem kompleks. Kategori sistem ini dapat ditunjukan melalui karakternya, sistem sederhana memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat sedikit dan interaksinya jelas
2) Atribut dan aturan telah diatur oleh aturan tertentu
3) Sistem berfungsi terkendali oleh waktu (memiliki durasi waktu yang jelas)
4) Sub sistem tidak diturunkan dari tujuannya (goals)
5) Perilaku sistem dapat diprediksi

Sedangkan untuk sistem yang komplek memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat banyak dan interkasi tidak jelas (tumpang tindih)
2) Atribut dan aturan diatur atas kesepakatan kontrak
3) Sistem berfungsi tidak terkendali oleh waktu
4) Sub sistem diturunkan dari bagian-bagian tertentu
5) Perilaku sistem tidak dapat diprediksi

Suatu sistem dapat merupakan suatu kombinasi antara sistem sederhana dan sistem kompleks. Adopsi peran/pelaku yang terlibat atau partisipan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori adalah tunggal (unitary), jamak (pluralist), dan campuran (coercive). Jadi sistem dapat dipahami tipe dan jenisnya melalui karakter dan partisipan yang terlibat didalamnya. Secara matriks dapat dikelompokan tipe sistem yang didasarkan atas permasalahannya sebagai berikut,

Atas dasar penggolongan tipe ideal suatu sistem dalam konteks permasalahannya maka pranata pembangunan sebagai suatu sistem yang terjadi di lingkungan bidang arsitektur dapat disebut pada tipe “simple-pluralist”. Simple karena unsur utama terkait ada tiga, yaitu : pemilik (owner), perancang/pengawas (designer/supervise), dan pelaksana (contractor) dan jumlah sedikit. Pihak atau partisipan adalah jamak, karena memiliki karakter berbeda dan bentuk organisasi berbeda pula. Ada kultur berbeda pula pada masing-masing peran, pemilik memiliki atribut yang spesifik, perancang memiliki atribut yang khusus pula, dan kontraktor juga memiliki atribut berbeda. Masing-masing berbeda dan berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki latar belakang berbeda maka dapat dikatakan jamak.

  • Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur (Gedung/Bangunan)

Pranata yang telah disahkan menjadi produk hukum dan merupakan satu kebijakan publik. Kebijakan publik itu sendiri merupakan pola keterganungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolekstif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan.

Elemen kebijakan adalah peraturan perundang-undangan sebagai suatu kerangka legal formal yang memberikan arah bagi rencana tindak operasional bagi pihak-pihak terkait yang diatur oleh kebijakan tersebut. Peraturan perundang-undangan merupakan kesatuan perangkat hokum antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya memiliki hubungan keterikatan.

Ada lima tahapan untuk memahami proses kebijakan publik itu agar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu tahap agenda permasalahan, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi, tahap implementasi, dan tahap evaluasi. Kenyataan yang terjadi antara kebijakan yang dikeluarkan dengan hasil yang akan diharapkan terdapat penyimpangan, terdapat penyalahgunaan, dan terdapat inkonsistensi.

http://budisud.blogspot.com/2008/04/pranata-pembangunan-bidang-arsitektur.html
http://arsitekturberkelanjutan.blogspot.com/2008/02/pengantar-kuliah-pranata-pembangunan.html
http://planologiesaunggul.blogspot.com/2010/09/kumpulan-sni-dan-regulasi-mengenai.html